Web Design

product 1

Buat anda yang ingin tahu lebih lanjut tentang design Opera klik aja Disini dan tutorialnya, silahkan dipelajari semoga bermanpaat.

Pict Resize

product 1

Disini tempat merubah ukuran gambar secara online Klik disini.

Code warna

product 1

HTML COLOR NAMES klik here Dan HTML COLOR CODE.

Agama itu Nasihat

Mari saling Nasihat Menasihati dan saling tolong menolong dalam kebaikan.

Advertising

readbud - get paid to read and rate articles
Sebagai dienun syaamilun-kaamilun-mutakaamil (agama yang komprehensif, sempurna dan saling menyempurnakan), ajaran Islam mesti diterima secara totalitas. Demikianlah Allah سبحانه و تعالى memerintahkan orang beriman di dalam Al-Qur’an. Apabila seorang yang mengaku muslim tidak mau menerima ajaran Islam secara kaaffah (keseluruhan) berarti ia mengikuti langkah-langkah syetan. Syetan berkehendak agar seorang muslim menerima sebagian ajaran Islam dan menolak sebagian lainnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً

وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah 208)

Tetapi jika seorang hamba Allah bersikap pilah-pilih terhadap Kitabullah dimana sebagian diterima dan sebagian lainnya ditolak, hal ini sudah cukup mengerikan. Mengapa? Sebab Allah سبحانه و تعالى menggambarkan akibat yang diderita kaum yahudi yang bersikap demikian dahulu kala. Tidak saja mereka terkena mudharat di dunia, tetapi di akhirat mereka juga bakal menderita.

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ

مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS Al-Baqarah 85)

Di era modern penuh fitnah dewasa ini salah satu bidang yang ramai ditolak oleh kaum muslimin ialah bidang hukum. Allah سبحانه و تعالى memerintahkan orang-orang beriman agar ber-tauhid (mengesakan Allah) dalam bidang hukum sebagaimana keharusan ber-tauhid pada bidang-bidang kehidupan lainnya.

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ

“... dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (QS Al-Maidah 49)

Allah سبحانه و تعالى memerintahkan orang-orang beriman agar memutuskan perkara (menetapkan hukum) berlandaskan Kitabullah. Artinya, wajib hukumnya bagi kaum muslimin menerima dan menegakkan hukum Allah, bukan hukum manusia yang tentunya berlandaskan hawa nafsu. Bahkan dalam ayat-ayat lainnya Allah secara tegas menyatakan bahwa hak menetapkan hukum merupakan hak prerogratif Allah سبحانه و تعالى . Allah tidak memerlukan adanya sekutu alias partner di dalam menyusun hukum-Nya.

إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ

“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (QS Al-An’aam 57)

وَلا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا

“... dan Dia (Allah) tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan hukum-Nya".

Namun di dalam sistem hukum dan politik modern justeru sudah menjadi opini umum bahwa manusia berhak menyusun hukum untuk diberlakukan kepada masyarakat luas. Ada segelintir elit yang diberi wewenang me-legislasi undang-undang dan hukum. Bahkan mereka memperoleh sebutan “bergengsi” yaitu sebagai anggota legislatif alias anggota parlemen. Di Amerika Serikat sebutan mereka adalah law-makers (para pembuat hukum). Lalu masyarakat di luar kelompok elit tadi diharuskan mentaati undang-undang dan hukum yang telah dihasilkan kelompok elit tersebut. Inilah yang disebut Sayyid Qutb sebagai bentuk penghambaan sebagian manusia terhadap sebagian lainnya. Kelompok elit tersebut memainkan peran Playing God (beraksi sebagai tuhan) di tengah masyarakat, sedangkan masyarakat luas menghambakan diri kepada kelompok elit tersebut dalam bentuk mentaati produk hukum buatan para lawmakers tersebut. Inilah syirik hukum yang menjangkiti banyak manusia di era modern penuh fitnah dewasa ini. Na’udzubillaahi min dzaalika...!

Dalam Kitab “Syarh Nawaqidh Al-Islam”, Syaikh Sulaiman Nashir Al-Ulwan menulis:

“Harusnya setiap muslim dan muslimah mengetahui bahwa hukum Allah dan Rasul-Nya wajib didahulukan atas hukum lainnya. Tiada suatu persoalanpun yang terjadi di antara sesama manusia melainkan harus dikembalikan kepada hukum Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang berhukum kepada selain hukum Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah kafir.” ( “Penjelasan Pembatal Keislaman”, halaman 64-65, Penerbit At-Tibyan - Solo)

Dalam kitab “Fathul Majid” yang merupakan syarah (penjelasan) dari Kitabut Tauhid, Al-Allamah Abdurrahman Hasan Alu Asy-Syaikh menulis:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An-Nisa 60)

Al-Imad Ibnu Katsir berkata: “Ayat ini mencela orang yang berpaling dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta berhakim kepada selain keduanya, yaitu kepada kebatilan, dan inilah yang dimaksud dengan thaghut di sini.”

Telah disebutkan apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim tentang definisi thaghut, bahwa ia adalah segala sesuatu di mana seorang hamba melebihi batas padanya, baik berupa yang disembah, atau diikuti atau ditaati. Barangsiapa berhukum kepada selain Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah صلى الله عليه و سلم berarti ia telah berhakim kepada thaghut di mana Allah telah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar mengingkari thaghut. Karena berhakim dibolehkan hanya kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya serta kepada siapa yang berhukum kepada keduanya. Barangsiapa berhakim kepada selain keduanya berarti ia telah melebihi batasannya, keluar dari apa yang Allah dan Rasul-Nya syariatkan dan mendudukkannya pada posisi yang bukan haknya..” (“Fathul Majid”, hlm 951, Pustaka Sahifa, Jakarta).

Selanjutnya Al-Allamah Abdurrahman Hasan Alu Asy-Syaikh menulis:

Imam Malik berkata: “Thaghut adalah apa yang disembah selain Allah.”

Demikian pula siapa yang menyeru untuk berhakim kepada selain Allah dan Rasul-Nya, maka dia telah meninggalkan ajaran Rasulullah صلى الله عليه و سلم dan tidak menyukainya, mengangkat sekutu bagi Allah dalam ketaatan dan menyelisihi ajaran Rasulullah صلى الله عليه و سلم dalam apa yang Allah perintahkan kepadanya dalam firman-Nya:

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ

وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ

“... dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (QS Al-Maidah 49)

(“Fathul Majid”, hlm 953, Pustaka Sahifa, Jakarta).

Jadi, barangsiapa berhukum kepada selain Allah dan Rasul-Nya berarti telah mengangkat sekutu bagi Allah dalam ketaatan..! Apa arti kalimat ini? Artinya, seseorang yang bersikap demikian telah jatuh kepada dosa puncak yang tak akan diampuni Allah bila hingga wafat ia tidak bertaubat darinya, yaitu dosa syirik...!

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ

ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisa 48)

Mengapa perkara demikian mendasar tidak disadari oleh sebagian (besar) kaum muslimin di era modern penuh fitnah dewasa ini? Karena faham sekularisme (pemisahan urusan agama dari urusan kehidupan duiawi) telah mendominasi fikiran dan hati mereka. Mereka menelan bulat-bulat ideologi kafir yang menyuruh manusia agar menempatkan urusan agama sebatas pada private sector (lingkup pribadi) sedangkan urusan public sector (lingkup masyarakat umum) hendaknya diatur oleh berbagai ajaran produk manusia. Urusan agama yang dimaksud ialah sebatas menjalankan ibadah ritual seperti sholat, puasa dan haji misalnya. Sedangkan urusan public sector ialah seperti bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum. Maka barangsiapa yang menerima ideologi sekularisme berarti ia telah bersikap pilah-pilih dalam menerapkan agama Allah. Dan ini jelas bermakna ia mengabaikan perintah Allah (untuk memasuki Islam secara totalitas) dan malah terjebak ke dalam menuruti langkah-langkah syetan (menerima Islam secara parsial alias menjadi seorang sekularis) ...!

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً

وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah 208)

Akibat paling buruk dari hal ini ialah batalnya iman atau Tauhid atau keislaman seseorang di mata Allah سبحانه و تعالى . Dan dalam bab hukum, dewasa ini kita menyaksikan begitu mudahnya seorang yang mengaku muslim dapat terjatuh kepada Nawaaqidhul Iman (pembatalan iman)...! Penulis sangat khawatir bahwa kondisi dunia kita saat ini sangat sesuai dengan apa yang Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم peringatkan 15 abad yang lalu:

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ

يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا

وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا

Nabi صلى الله عليه و سلم bersabda: "Segeralah beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti malam yang gelap gulita. Di pagi hari seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu menjadi kafir di sore harinya. Di sore hari seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu menjadi kafir di pagi harinya. Dia menjual dien-nya (agamanya) demi mendapatkan barang kenikmatan dunia." (HR Muslim - 169) Shahih
Pendahuluan

Allah dan Rasul-Nya menjamin bahwa debu jihad tidak akan pernah disentuh api neraka. Namun tak ada satu pun yang menjamin, termasuk Allah dan Rasul-Nya, bahwa debu-debu itu tidak akan luntur oleh riya’, sombong, pamer, hubbud dunya (cinta dunia), mudahanah (condong pada musuh) dan sikap buruk yang serupa.

Hadits shahih di bawah ini semoga bisa menjadi tadzkiroh (peringatan) buat mereka yang tergabung dalam “Ikatan Alumni Afghan” bahwa keterlibatan mereka dalam Jihad Afghan bukanlah jaminan bahwa mereka selanjutnya tidak akan salah melangkah dan salah mengambil sikap dalam jihad fi sabilillah kecuali atas rahmat Allah. Bahkan dua orang shahabat pahlawan Badar dan seorang peserta Bai’ah Aqabah pun pernah tergelincir dalam kesalahan fatal, padahal mereka tidak pernah absen dari puluhan jihad selama hidup bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, apalagi bagi mereka yang “baru” mengikuti satu kancah jihad saja.

Terjemah Nash Hadits

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Syihab Az Zuhri, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Ka’ab bin Malik, diriwayatkan, bahwa Abdullah bin Ka’ab bin Malik -anak Ka’ab bin Malik yang selalu menuntun beliau saat menderita kebutaan- berkata:

“Saya mendengar Ka’ab bin Malik bercerita tentang kisahnya saat tidak ikut dalam perang Tabuk”.

Ka’ab bin Malik bercerita:

“Saya tidak pernah absen dalam peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam kecuali perang Tabuk. Hanya saja, saya juga tidak ikut dalam perang Badar, tapi Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam tidak menegur orang-orang yang absen saat itu. Sebab Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam -saat itu- hanya keluar untuk mencegat kafilah onta yang membawa dagangan kaum Quraisy. Dan tanpa ada rencana sebelumnya, ternyata Allah Ta`ala mempertemukan kaum muslimin dengan musuh mereka”.

“Tapi saya pernah ikut bersama Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam pada malam (Bai’atul) Aqabah, saat itu kami mengadakan janji setia terhadap Islam. Dan peristiwa ini lebih saya senangi ketimbang peristiwa perang Badar, walaupun perang Badar itu lebih sering dikenang oleh banyak orang..!!”

“Sehubungan dengan perang Tabuk, ceritanya begini. Saya tidak pernah merasa lebih kuat secara fisik dan lebih mudah secara ekonomi ketimbang saat saya absen dalam perang itu”.

“Demi Allah, saya tidak pernah punya dua kendaraan (kuda), tetapi ternyata saat perang itu saya bisa mempunyai dua kendaraan. Sebelum Tabuk, bila Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam mengajak para sahabat untuk perang, biasanya beliau selalu tidak menerangkan segala sesuatunya dengan jelas dan terang-terangan. Tetapi dalam perang ini, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam berterus terang kepada para sahabat. Sebab, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam akan melangsungkan peperangan ini dalam kondisi cuaca yang sangat panas”.

Beliau akan menempuh perjalanan yang jauh, melalui padang pasir yang begitu luas. Dan beliau juga akan menghadapi musuh dalam jumlah besar. Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam menjelaskan semua ini pada para sahabat. Saat itu, jumlah kaum muslimin memang banyak. Tidak ada catatan yang menyebutkan nama-nama mereka secara lengkap.’

Ka’ab berkata, “Dari saking banyaknya, sampai-sampai tak ada seorang pun yang ingin absen saat itu kecuali dia menyangka tidak akan diketahui selagi wahyu tidak turun dalam hal ini”.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melangsungkan perang Tabuk itu di saat buah-buahan dan pohon-pohon yang rindang tumbuh dengan suburnya. Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan kaum muslimin telah bersiap-siap, hampir saja saya berangkat dan bersiap-siap dengan mereka. Tapi ternyata saya pulang dan tidak mempersiapkan apa-apa. Saya berkata dalam hati, “Saya bisa bersiap-siap nanti.”

Begitulah, diulur-ulur, sampai akhirnya semua orang sudah benar-benar siap. Di pagi hari, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah berkumpul bersama kaum muslimin untuk berangkat. Tetapi saya tetap belum mempersiapkan apa-apa.

Saya berkata, “Saya akan bersiap-siap sehari atau dua hari lagi, kemudian saya akan menyusul mereka setelah mereka berangkat.”

Saya ingin bersiap-siap, tapi ternyata saya pulang dan tidak mempersiapkan apa-apa. Begitulah setiap hari, sampai akhirnya pasukan kaum muslimin benar-benar sudah jauh dan perang dimulai. Saat itu saya ingin berangkat untuk menyusul mereka, tapi sayang, saya tidak melakukannya. Saya tidak ditakdirkan untuk berangkat.

Setelah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan kaum muslimin keluar dari kota Madinah, aku keluar dan berputar-putar melihat orang-orang yang tidak ikut berangkat ke Tabuk. Dan yang menyedihkan, saya tidak melihat kecuali mereka yang dicurigai sebagai munafik atau orang lemah yang memang mendapat keringanan dari Allah Ta`ala.

Sementara itu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak menyebut-nyebut saya sampai beliau tiba di Tabuk.

Di sana, beliau duduk-duduk bersama para sahabat dan bertanya, “Apa yang terjadi dengan Ka’ab?”

Ada seseorang dari Bani Salamah yang menyahut, ‘Ya Rasulullah, dia itu tertahan oleh pakaiannya dan bangga dengan diri dan penampilannya sendiri.’

Mendengar itu Muadz bin Jabal berkata, : “Alangkah jeleknya apa yang kamu katakan. Demi Allah ya Rasulullah, kami tidak mengetahui dari Ka’ab itu kecuali kebaikan.”

Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun diam.’

Ka’ab melanjutkan ceritanya, ‘Ketika saya mendengar bahwa beliau bersama pasukan kaum muslimin menuju kota Madinah kembali, saya mulai dihinggapi perasaan gundah. Saya pun mulai berfikir untuk berdusta, saya berkata, “Bagaimana saya bisa bersiasat dari kemarahan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam besok?”

Karena itu, saya minta bantuan saran dari keluarga saya. Setelah ada informasi bahwa Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam sudah mulai masuk kota Madinah, hilanglah semua kebathilan yang sebelumnya ingin saya utarakan.

Saya tahu, bahwa tidak mungkin saya bisa bersiasat dari kemarahan beliau dengan berdusta. Ketika Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam telah tiba, dan biasanya bila beliau tiba dari suatu perjalanan, pertama kali beliau masuk ke masjid, lalu shalat dua rakaat, kemudian duduk-duduk menemui orang-orang yang datang.

Setelah Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam duduk, berdatanganlah orang-orang yang tidak ikut berperang menemui beliau. Mereka mengajukan berbagai macam alasan diikuti dengan sumpah -jumlah mereka lebih dari 80 orang- Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam menerima mereka secara lahir dan membai’at mereka serta memintakan ampunan. Adapun rahasia-rahasia hati, semuanya beliau pasrahkan kepada Allah Ta`ala.

Saya pun datang menemui beliau dan mengucapkan salam. Beliau tersenyum sinis, kemudian berkata, “Kemarilah!”

Saya berjalan sampai duduk di hadapan beliau. Lalu beliau bertanya, “Apa yang membuatmu tidak ikut serta? Tidakkah kau sudah membeli kendaraanmu?”

Saya jawab, “Ya benar. Demi Allah, sekiranya aku sekarang duduk di hadapan orang selain engkau dari seluruh penduduk dunia ini, tentu aku bisa selamat dari kemarahannya dengan mengemukakan alasan tertentu. Aku telah dikaruniai kepandaian berdiplomasi. Akan tetapi, demi Allah, aku yakin, kalau hari ini aku berdusta kepada engkau dan engkau rela menerima alasanku, niscaya Allah akan menanamkan kemarahan diri engkau kepadaku”.

Kemudian saya bertanya pada mereka, “Adakah orang yang mendapatkan perlakuan sama denganku?”

Mereka menjawab, “Ya, ada dua orang lagi yang mengatakan seperti apa yang kau katakan dan mendapatkan jawaban seperti jawaban yang kau terima.”

Saya bertanya lagi, “Siapa mereka?”

Mereka menjawab, “Murarah bin Al-Rabi’ Al Amry dan Hilal bin Umayyah Al Waqify.”

Mereka menyebutkan nama dua orang yang pernah ikut perang Badar dan mereka bisa dijadikan panutan. Setelah mendengar dua nama yang mereka sebutkan itu saya terus pergi.

Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam lalu melarang kaum muslimin berbicara dengan kami bertiga di antara orang-orang yang tidak ikut bersama beliau. Akibatnya, orang-orang semua meninggalkan kami dan sikap mereka pun berubah, bahkan dunia ini pun seolah juga berubah, tidak sama dengan dunia yang saya kenal sebelumnya.

Kami merasakan hal demikian selama 50 hari. Selama itu, dua teman senasib saya hanya berdiam diri dan duduk di rumah masing-masing sambil menangis. Berbeda dengan saya, saya termasuk yang paling muda dan paling kuat menahan ujian ini.

Setelah cukup lama orang-orang meninggalkan saya, suatu saat saya pergi memanjat dinding kebun Abu Qatadah -dia adalah sepupu saya dan termasuk orang yang paling saya cintai-. Saya mengucapkan salam kepadanya, tetapi -demi Allah- dia tidak menjawab salam saya.

Saya berkata, ‘Wahai Abu Qatadah! Demi Allah aku bertanya, adakah engkau tahu bahwa aku ini mencintai Allah dan Rasul-Nya?’ Dia diam saja. Saya kembali bertanya tapi dia tetap diam. Saya bertanya sekali lagi, akhirnya dia juga menjawab, “Allah dan Rasul-Nya sendiri yang lebih tahu.” Air mata saya berlinang dan saya kembali memanjat dinding itu lagi.

Ketika saya berjalan di pasar Madinah, tiba-tiba ada seorang bangsawan dari Syam. Dia termasuk para pedagang yang datang membawa makanan untuk dijual di Madinah. Dia berkata, ‘Siapa yang dapat menunjukkan di mana Ka’ab bin Malik?’

Orang-orang yang ada di situ menunjukkannya. Setelah dia mendatangi saya, dia menyerahkan pada saya sebuah surat dari Raja Ghassan. Dalam surat itu tertulis, ‘Aku telah mendengar bahwa kawanmu (yaitu Nabi Muhammad) telah meninggalkanmu, sementara engkau tidaklah dijadikan oleh Allah berada pada derajat yang hina dan terbuang. Datanglah kepada kami, kami akan menghiburmu.’

Selesai membaca surat itu saya bergumam, ‘Ini termasuk rangkaian ujian Allah.’ Lalu saya bawa surat itu ke tungku dan membakarnya.

Setelah berlalu 40 hari dari total 50 hari, utusan Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam datang kepada saya. Katanya, ‘Sesungguhnya Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam telah menyuruhmu untuk menjauhi isterimu!’ Saya bertanya, ‘Apakah saya harus menceraikannya atau bagaimana?’, dia menjawab, ‘Tidak, jauhilah dia dan janganlah kau mendekatinya’.

Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam juga mengirimkan utusan beliau kepada dua rekan senasib saya. Maka saya meminta pada isteri saya, ‘Pergilah kau ke tempat keluargamu. Menetaplah di sana sampai Allah Ta`ala memutuskan masalah ini!’

Ka’ab berkata, ‘Isteri Hilal bin Umayyah datang menemui Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam, dia berkata : ‘Wahai Rasulullah, Hilal bin Umayyah itu sudah tua renta, dan dia tidak mempunyai pembantu. Apakah engkau keberatan bila aku melayaninya?’

Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam menjawab, ‘Tidak, tetapi jangan sampai dia mendekatimu!’

Isterinya menjawab, ‘Demi Allah, dia sudah tidak bisa bergerak lagi dan dia masih tetap menangis sejak dia mempunyai masalah ini sampai hari ini juga.’

Sementara itu sebagian keluarga saya berkata, : ‘Bagaimana sekiranya engkau juga minta izin kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam dalam masalah isterimu, agar dia bisa melayanimu seperti isteri Hilal bin Umayyah.’

Tetapi saya menjawab, : ‘Demi Allah, dalam masalah ini aku tidak akan minta izin kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam. Aku tidak tahu apa yang akan dikatakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bila aku minta izin kepada beliau, sementara aku ini masih muda?!’

Saya berada dalam kondisi demikian selama sepuluh malam, sehingga jumlahnya 50 malam dari mulai pertama kali Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam melarang orang untuk berbicara pada kami.

Pada hari yang ke-50, saya menghadiri shalat Shubuh, setelah itu saya duduk-duduk, sementara kondisi saya persis seperti yang digambarkan oleh Allah Ta`ala, diri sendiri terasa sempit, begitu juga bumi yang luas ini terasa sempit bagi saya.

Saat saya duduk dalam keadaan demikian, tiba-tiba saya mendengar suara orang yang berteriak dengan lantang di atas bukit, ‘Wahai Ka’ab, bergembiralah!’ Saat itu juga saya langsung sujud, saya tahu bahwa masalah saya akan berakhir.

Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam mengumumkan datangnya taubat (pengampunan) Allah atas kami bertiga saat beliau selesai shalat Shubuh. Banyak orang pergi menemui kami untuk menyampaikan kabar gembira. Sebagian mereka ada yang menemui dua kawan senasib saya, dan ada seseorang yang ingin menemui saya dengan berkuda.

Sementara itu ada seorang Bani Aslam yang hanya berjalan kaki, lalu dia naik ke bukit dan meneriakkan kabar gembira pada saya. Ternyata suara itu lebih cepat dari pada kuda. Setelah orang yang naik ke bukit itu datang menemui saya untuk menyampaikan langsung, saya tanggalkan pakaian saya dan saya hadiahkan untuknya sebagai imbalan atas kabar gembiranya.

Demi Allah, sebenarnya saya ini tidak mempunyai baju lagi selain itu. Akhirnya saya meminjam baju orang, kemudian berangkat menemui Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam. Orang-orang datang berduyun-duyun mengucapkan selamat atas kabar gembira ini. Mereka mengatakan, ‘Selamat atas pengampunan Allah untukmu!’ Setelah itu saya masuk ke dalam masjid, di situ terlihat Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam sedang duduk di kelilingi banyak orang.

Tiba-tiba Thalhah bin Ubaidillah bangun dan menuju ke arah saya dengan setengah lari. Dia menjabat tangan saya dan mengucapkan selamat. Tidak ada seorang pun dari kaum Muhajirin yang bangun selain dia, dan saya tidak akan melupakannya.

Setelah saya mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam, beliau berkata -dengan wajah bersinar penuh kegembiraan-,

« أَبْشِرْ بِخَيْرِ يَوْمٍ مَرَّ عَلَيْكَ مُنْذُ وَلَدَتْكَ أُمُّكَ »

“Bergembiralah dengan datangnya sebuah hari yang paling baik yang pernah engkau lalui semenjak kau dilahirkan oleh ibumu.”

‘Dari engkau atau dari Allah, ya Rasulullah?’ tanya saya. Beliau menjawab, ‘Bukan dariku, tapi dari Allah.’

Dan demikianlah, bila Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam sedang gembira, wajah beliau bersinar seperti bulan. Kami semua tahu hal itu. Setelah aku duduk tepat di hadapan Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam, saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sebagai pertanda taubat ini, aku akan melepas semua hartaku dan menjadikannya sebagai shadaqah untuk Allah dan Rasul-Nya.’ Rasulullah menjawab, ‘Ambillah sebagian dari hartamu, ini lebih baik untukmu.’ Saya berkata, ‘Ya, aku akan mengambil busur panahku yang aku dapatkan dari perang Khaibar.’

Setelah itu saya ungkapkan kepada Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam,

‘Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta`ala telah menyelamatkan aku dengan kejujuran, dan sebagai pertanda taubatku kepada Allah, aku berjanji bahwa aku akan selalu berkata jujur selama hidupku. Demi Allah, aku tidak mengetahui seorang muslim yang diuji oleh Allah dalam kejujuran kata-katanya melebihi ujian yang aku dapatkan.’

Dan sejak aku ungkapkan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam, saya tidak pernah berdusta sampai hari ini. Saya memohon semoga Allah tetap menjaga saya selama sisa hidup saya. Dan Allah Ta`ala menurunkan firman-Nya kepada Rasul-Nya:

لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ * وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ * يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan. Setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allahlah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang jujur.” (QS. Al-Taubah: 117 - 119)

Demi Allah, tidak ada nikmat yang telah Allah karuniakan kepada saya -setelah nikmat hidayah Islam- yang lebih besar dari nikmat kejujuran saya kepada Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam. Saya tidak ingin berdusta tapi kemudian binasa seperti binasanya orang-orang yang telah berdusta. Dan Allah Ta`ala telah memberikan komentar tentang orang-orang yang berdusta -di dalam wahyu yang diturunkan-Nya- dengan kata-kata yang sangat keras dan jelek.

سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ يَحْلِفُونَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ

"Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka itu berpalinglah dari mereka, karena mereka itu adalah najis dan tempat mereka adalah Jahannam, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. Mereka akan bersumpah kepadamu agar kamu rela kepada mereka. Tetapi, jika sekiranya kamu rela kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak rela kepada orang-orang yang fasik itu.” (QS. At Taubah: 95 - 96)

Ka’ab berkata, “Kami bertiga tidak memperhatikan lagi orang-orang yang diterima alasan mereka setelah bersumpah kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam, kemudian beliau menyumpah mereka dan memintakan ampun buat mereka, sementara itu beliau menangguhkan urusan kami sampai Allah sendiri yang memutuskan. Oleh karena itu Alah Ta`ala menyatakan,

وَعَلَى الثَّلَثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُواْ

”(Dan Allah juga telah menerima taubat) tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka.”(QS. Al-Taubah: 118)

“Yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah tidak ikut sertanya kami bertiga dalam perang, tetapi yang dimaksud adalah ditangguhkannya taubat kami serta tidak diikutsertakannya kami pada kelompok orang-orang yang telah bersumpah dan mengemukakan alasan dan diterima oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam.” (HR. Al Bukhari : 8/113, Kitabul Maghazi, Bab Hadits Ka’ab bin Malik)

Pelajaran dan Penutup

Mujahid tetaplah manusia, bisa salah dan bisa khilaf. Oleh sebab itu, bagi seorang mujahid harus bersedia membuka mata dan memasang telinga terhadap kritis dan saran dari saudara seiman. Karena dengan berjihad tidaklah menjadikan mereka maksum dan terjaga dari salah. Oleh sebab itu Allah perintahkan agar ada sebagian kaum muslimin yang tidak ikut pergi berjihad untuk bertafakkuh fiddin (mempelajari ilmu syar'i), kemudian mengajarkannya kepada mujahidin yang tidak sempat mempelajarinya karena kesibukannya di medan jihad dan memberikan peringatan atas kesalahan-kesalahan agar mereka menjaga diri dari keharaman dan melampaui batas. Allah Ta'ala berfirman,

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

"Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS. Al-Taubah: 122)

Ayat di atas terletak pada surat yang banyak membicarakan persoalan jihad, supaya menjadi pelajaran bahwa menuntut ilmu itu juga amal yang mulia. Bahkan di dalamnya Allah mendudukkannya (thalabul 'ilmi) menyamai ibadah jihad fi sabilillah, karena keduanya sama-sama menghendaki agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi dan keduanya juga manjadi pilar utama untuk tegaknya dien ini.

Karena sadar tidak maksum, personal mujahidin haruslah bersikap tawadhu' dan merendahkan diri serta tidak merasa paling suci dan mendapat jaminan surga. Mereka harus juga memperbanyak istighfar, agar Allah menurunkan pertolongan-Nya dan meneguhkan hati mereka. Sebab, jika mereka menyimpan banyak dosa, maka dosa tersebut akan mengotori hatinya, melemahkan semangatnya, dan menciutkan nyalinya. Bahkan dosa-dosalah yang menyebabkan para mujahidin bisa dikalahkan oleh lawan mereka. Oleh sebab itu, saat terjadi kekalahan pada perang Uhud, para mujahidin sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berdoa,

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

"Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Ali Imran: 147)

Sesungguhnya dosa dan tindakan melampaui batas merupakan sebab terbesar datangnya kehinaan dan kekalahan. Sebaliknya, bersih dari dosa termasuk salah satu sebab datangnya pertolongan dan kemenangan. Sehingga mereka memohon ampunan kepada Allah Ta'ala. Karena tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali hanya Dia semata.

Dan perlu dicatat, bahwa bertaubat atas kesalahan dalam melaksanakan jihad bukan dengan meninggalkan jihad. Namun tetap terus melazimi jihad dengan meningkatkan kualitas diri, memperbanyak istighfar, dan siap mendengarkan saran dan nasehat dari sesama muslim, khususnya para ulama. Karena murtad dari jihad sama saja menjerumuskan diri ke dalam kehancuran.Wallahu Ta'ala A'lam.

Oleh: Abu Izzudin Al-Hazimi dan Badrul Tamam
Oleh: Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi yang menjadi rahmat bagi semesta alam, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Allah menjadikan jihad Fi Sabilillah dengan harta dan jiwa sebagai harga yang pantas untuk memperoleh surga. Karena tidak ada amal yang lebih membutuhkan kesungguhan dan pengorbanan besar melebihi jihad. Di mana seorang mujahid menyerahkan nyawa dan hartanya demi tingginya kalimat Allah dan tegak agama-Nya.

Allah Ta'ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. Al-Taubah: 111)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ () تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ () يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ () وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Shaff: 10-13)

Menjawab pertanyaan Mu'adz bin Jabal Radhiyallahu 'Anhu perihal amal yang memasukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari neraka, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyampaikan kepadanya puncak amal Islam, yakni jihad fi sabilillah.

رَأسُ الأمْرِ الإسلامُ ، وعَمُودُه الصَّلاةُ ، وذِرْوَةُ سَنامِهِ الجهاد

"Pokok urusan adalah Islam, tiangnya itu shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad." (HR. Al-Tirmidzi)

Dalam redaksi lainnya, Muadz bin Jabal mengatakan, "Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada perang Tabuk, lalu beliau bersabda: "Jika kamu mau akan kuberitahukan kepadamu tentang pokok urusan, tiangnya, dan puncaknya?" Aku menjawab, "Tentu saja mau wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Adapun pokok urusan adalah Islam. Sementara tiangnya adalah shalah. Sedangkan puncaknya adalah jihad."

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyerupakan Islam dengan seekor unta. Karena unta merupakan kendaraan yang bisa menghantarkan seseorang ke tempat yang dikehendakinya. Begitu juga Islam, ia menghantarkan seorang muslim dalam perjalanan duniawi kepada tempat yang terindah yang ditujunya, yakni surga. Lalu beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyerupakan kepala unta dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan hampir setiap orang memungkinkan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat sebagaimana seseorang bisa mencapai kepala unta dengan memegang atau melihatnya. Hal ini berbeda dengan jihad yang diserupakan dengan punuk unta, bagian tertinggi darinya. Tidak setiap orang bisa sampai kepadanya kecuali orang yang tinggi. Begitu juga jihad tidak direngkuh kecuali oleh orang mukmin yang utama.

Makna lain diserupakannya jihad dengan punuk unta, karena ia adalah bagian tertinggi dari unta. Tak ada anggota badan unta yang sepadan tingginya dengan punuknya. Begitu juga jihad, tak ada amal dalam Islam yang sepadan dengannya.

Bisa juga dipahami, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyerupakan jihad dengan punuk unta karena siapa yang sampai di atas punuk unta maka ia telah menguasai seluruh anggota tubuh unta tersebut dan mengendalikannya. Begitu juga jihad, siapa yang telah Allah karuniakan kesempatan berjihad, seolah, Allah telah memberikan kepadanya semua keutamaan yang ada dalam Islam. Hal ini dikarenakan seorang mujahid tetap diberi pahala jihad dalam tidurnya, perjalannya, capek dan lelahnya, lapar dan hasunya, dan pahala dalam setiap gerakannya. Sehingga tepatlah jawaban Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada seseorang yang bertanya kepadanya perihal amal yang bisa menandingi jihad, "Aku tidak mendapatkannya."

Dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu berkata, “Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam dan berkata, ‘Ya Rasulallah, tunjukkan kepadaku satu amal yang menyamai jihad?’ Beliau menjawab, ‘Aku tidak mendapatkannya.’ Beliau bersabda lagi, ‘Apakah kamu sanggup, apabila seorang mujahid keluar lalu kamu masuk ke dalam masjidmu kemudian kamu shalat tanpa berhenti dan berpuasa tanpa berbuka?! Ia menjawab, ‘Siapa yang sanggup melakukan itu wahai Rasulallah?’" (HR. al-Bukhari)

Dalam riwayat Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: "Wahai Rasulullah, Amalan apakah yang (pahalanya) sebanding dengan Jihad fi Sabilillah?” beliau menjawab, "Kalian tidak akan sanggup mengerjakannya."

Mereka (para sahabat) mengulangi pertanyaan tersebut dua atau tiga kali, dan jawaban beliau atas setiap pertanyaan itu sama, "Kalian tidak akan sanggup mengerjakannya." Kemudian setelah yang ketiga beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللَّهِ لَا يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى

"Perumpamaan seorang mujahid Fi Sabilillah adalah seperti orang yang berpuasa yang mendirikan shalat lagi lama membaca ayat-ayat Allah. Dan dia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya, sehingga seorang mujahid fi sabilillah Ta’ala pulang." (Muttafaq 'Alaih)

. . . Siapa yang telah Allah karuniakan kesempatan berjihad, seolah, Allah telah memberikan kepadanya semua keutamaan yang ada dalam Islam. Hal ini dikarenakan seorang mujahid tetap diberi pahala jihad dalam tidurnya, perjalannya, capek dan lelahnya, lapar dan hasunya, dan pahala dalam setiap gerakannya.

Subhanallah!! Para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang suatu amal yang bisa menyamai/menyerupai jihad dalam pahalanya. Lalu beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab, bahwa kalian tak akan sanggup mengerjakan amal yang menyamai jihad. Merasa tidak puas, mereka mengulangi pertanyaan tadi. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab dengan jawaban yang sama. Lalu beliau menerangkan alasannya, bahwa perumpamaan seseorang yang sedang berjihad itu seperti orang yang beribadah kepada Allah; ia puasa di siang harinya dan tak pernah berbuka, berdiri shalat pada malam harinya tanpa capek dan melemah. Sehingga dari sini para sahabat Radhiyallahu 'Anhum tahu, kenapa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepada mereka: "Kalian tidak akan sanggup mengerjakannya."

Ibnu al-Hajar rahimahullah berkata dalam mengomentari hadits di atas, "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyerupakan kondisi orang yang berpuasa dan berdiri shalat yang tak berhenti barang sesaat dari beribadah sehingga pahalanya terus mengalir. Begitu juga seorang mujahid tidak menyia-nyiakan dari waktunya tanpa pahala." (Dinukil dari Fath al-Baari)

Imam al-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim berkata, "Makna al-Qanith di sini adalah al-Muthi' (orang yang taat). Dan dalam hadits ini diterangkan agungnya keutamaan jihad. Karena shalat, puasa, dan membaca ayat-ayat Allah adalah amal-amal yang paling utama. Dan beliau menjadikan seorang mujahid seperti orang yang tak terputus sebentar saja dari semua itu. Dan sudah maklum, tak seorangpun yang mampu melakukannya. Oleh karenanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Kalian tidak akan sanggup mengerjakannya."

Ibnul Hajar rahimahullah berkata lagi, "Ini merupakan keutamaan nyata bagi seorang mujahid Fi Sabilillah yang menuntut tidak ada sesuatu dari amal-amal (dalam Islam) yang menandingi jihad." (Fathul Baari: 6/7)

Al-Qadhi 'Iyadh rahimahullah berkata: hadits bab ini menerangkan keagungan urusan jihad, karena puasa dan selainnya yang telah disebutkan sebagai bagian dari Fadhail A'mal telah disamai oleh jihad sehingga semua keadaan seorang mujahid dan aktifitasnya yang mubah menyamai pahala orang yang semangat dalam shalat dan lainnya. Oleh karenanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Laa Tastathii'u Dzalika (kalian tidak akan sanggup mengerjakannya)." (Dinukil adri Fath al-Baari: VI/5)

. . . tidak ada sesuatu dari amal-amal (dalam Islam) yang menandingi jihad . . .

Bagaimana keutamaan ini tidak direngkuh oleh mujahid, padahal Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyerupakan kondisinya sepertri orang yang berpuasa dan berdiri shalat yang setiap saat mengalir pahalanya dalam setiap gerakan dan diamnya. Wallahu Ta'ala A'lam.
Termasuk nikmat Allah atas para hamba-Nya adalah Allah mengajarkan dan melebihkan sebagian orang dalam bidang kedokteran. Mereka membantu orang yang sakit dan menjadi sebab setelah Allah dalam menyembuhkan orang sakit. Berikut ini secercah nasihat yang ingin kami sampaikan kepada segenap saudaraku para dokter, sebagai peringatan dan nasihat dalam kebaikan. Terimalah nasihat sederhana ini dari saudaramu yang tidak menghendaki kecuali kebaikan. Terimalah dengan hati yang lapang, semoga Allah menunjuki kita semua ke jalan yang lurus.

PERTAMA : ALLAH TELAH MELEBIHKANMU
Wahai saudaraku para dokter –semoga Allah menjagamu-. Anda telah diberi nikmat oleh Allah dengan nikmat yang banyak. Salah satunya adalah Allah telah memilihmu untuk menjadi dokter. Keahlian ini tidak dimiliki oleh semua orang. Maka bersyukurlah atas nikmat yang besar ini. Jangan lupa diri. Ingatlah ilmu pengetahuan yang kita miliki adalah pemberian Allah. Tidaklah kita ingat bahwa dahulu kita tidak mengetahui apa pun? Allah berfirman.

وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ ۚ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا

“Dan Allah telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu” [An-Nisa : 113]

Allah berfiman pula

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” [An-Nahl : 78]

Jadi, ilmu kedokteran yang anda –para dokter- miliki adalah pemberian Allah, maka syukurilah dengan cara menggunakan nikmat ilmu tersebut dalam kebaikan.

KEDUA : NIAT YANG SHALIH
Wahai saudaraku para dokter…. Niatkan ketika anda menjalankan tugas dan mengobati untuk mencari pahala dari Allah, jangan semata-mata hanya rutinitas tugas atau ingin meraih rizki yang melimpah. Niatkan dari tugas mulia ini untuk berbuat baik kepada sesama kaum muslimin, jangan tergambar hanya untuk urusan dunia. Ingatlah, tugasmu sangat mulia. Ikhlas dalam beramal. Akan tetapi, hal itu bukan berarti tidak boleh mengambil upah dalam mengobati. Ambillah gaji atau pemberian orang yang sakit, tetapi ingat, jangan membebani hingga si pasien merasa berat. Berilah keringanan kepada saudaramu yang sedang tertimpa musibah, insya Allah ganjaran yang anda dapat akan lebih besar. Allah berfirman.

وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” [Al-Baqarah : 199]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ نَفَّسَ مُسلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الذُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُربَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ فِى الدُّنْيَا يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ

“Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) atas orang yang kesulitan, maka Allah memudahkan atasnya di dunia dan akhirat” [1]

Demikian pula hendaklah anda amanah dalam menjalankan tugas mulia ini. Jangan mengatakan kepada pasien harus beli ini dan itu padahal tidak dibutuhkan, atau memberi resep obat mahal yang tidak dibutuhkan demi melariskan apotek tempat tugasmu. Takutlah kepada Allah dari dusta ketika bertugas. Bantulah saudaramu sebelum Allah mencabut kenikmatan ini darimu

KETIGA : KERJAKAN SHALAT KETIKA TIBA WAKTUNYA
Termasuk bentuk syukurmu kepada Allah adalah apabila adzan telah berkumandang maka bersegeralah berangkat shalat. Jangan akhirkan shalat, karena anda adalah teladan bagi orang-orang yang disekitarmu. Apabila amalan yang sedang anda kerjakan di rumah sakit sangat mendesak, seperti sedang operasi pasien dan tidak bisa menundanya, maka tidaklah mengapa anda mengakhirkan shalat hingga tugasmu selesai, setelah itu bersegeralah shalat. Allah berfirman.

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'” [Al-Baqarah : 238]

KEEMPAT : BELAJAR ILMU AGAMA
Saudaraku, sang dokter..
Mungkin anda sering mendapati pasienmu tidak paham bagaimana tata cara berwudhu dan shalatnya orang yang sedang sakit. Maka tugasmu untuk mengajari mereka, membimbing mereka bagaimana tetap beribadah ketika sakit. Kewajibanmu wahai para dokter untuk belajar ilmu agama, agar anda bisa mengarahkan pasien ke jalan yang benar dan beribadah dengan benar pula.

KELIMA : JANGAN BERDUA-DUAAN DENGAN WANITA YANG BUKAN MAHRAM.
Saudaraku, sang dokter…
Terkadang pasienmu adalah seorang wanita. Apabila anda bisa mencari dokter wanita yang bisa menanganinya maka itulah yang seharusnya. Akan tetapi, jika tidak ada maka tetaplah anda menanganinya dengan didampingi mahram si pasien. Jangan hanya berdua-duan dengan pasien wanitamu, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْمَحْرَمٍ

“Janganlah seorang laki-laki berdua-duan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya” [2]

Apabila mahram si pasien wanita tidak ada, dan tidak ada pula dokter wanita yang lain, maka tetaplah anda mengobati sewajarnya dengan tetap menjaga rasa takut kepada Allah. Obatilah seperlunya, jangan tambahi dengan obrolan yang keluar batas.

KEENAM : MEMBUKA AURAT WANITA?
Nasihatku selanjutnya, apabila kondisimu terpaksa dan menuntut membuka aurat pasien wanitamu, maka bukalah aurat tempat yang sakit yang perlu diobati saja, jangan berlebih-lebihan. Ini dibolehkan karena termasuk kondisi darurat. Dan darurat itu diukur sekedarnya saja, apabila telah selesai maka tutuplah kembali. Takutlah selalu kepada Allah untuk membuka aurat pasien wanita tanpa ada kebutuhan yang mendesak.

KETUJUH ; JAGALAH RAHASIA PASIEN
Sebagian pasien ada yang menyampaikan permasalahannya dan menceritakan rahasia dan isi hatinya kepada anda. Maka sebagai bentuk amanat sesama muslim, jagalah rahasia ini dan berilah solusi yang terbaik dan sesuai dengan kondisinya, jangan anda sebarkan aibnya di khalayak manusia. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan.

آيَةُ اْلمُنَا فِقِ ثَلاَ ثٌ : إِذَا حَدَثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga : apabila berkata dia dusta, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila diberi amanat dia khianat” [3]

KEDELAPAN : MENASIHATI DENGAN KEBAIKAN
Apabila anda melihat atau mengetahui bahwa pasienmu tatkala sehat adalah orang yang sombong, sering mengganggu orang lain, dan sering berbuat dosa misalnya, kemudian sifat ini melemah ketika dia sakit atau bahkan jiwanya menjadi lemah, dan berbalik senang menerima nasihat, maka manfaatkanlah peluang emas ini dengan menasihatinya secara halus dan baik. Tunjukilah ke jalan kebenaran. Semoga ketika sembuh pasienmu menjadi baik dan anda pun meraih pahala yang setimpal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa yang menunjuki kebaikan, maka baginya semisal pahala orang yang mengerjakannya” [4]

KESEMBILAN : BERLEMAH LEMBUT KEPADA PASIEN
Barangsiapa anda mendapati di antara pasienmu yang sakit ada yang sulit untuk paham anjuranmu, bandel dalam minum obat, sering melanggar pantangan makanan, atau banyak bertanya dan lain-lain. Menghadapi watak pasien yang beragam seperti ini adalah dengan bersabar dan berlemah lembut kepada mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّ الرِّفْقَ لاَيَكُوْنُ فِيْ شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Tidaklah kelembutan berada dalam sebuah perkara kecuali akan membaguskannya. Dan tidaklah dicabut kelembutan dari suatu perkara kecuali akan mengotorinya” [5]

Bersabarlah dalam melayani tingkah polah pasienmu yang beragam, berlemah lembutlah kepada mereka. Tebarkan senyum, jangan bermuka masam, semoga dengan sikapmu seperti ini dapat membantu kesembuhan mereka.

KESEPULUH : SIAP KETIKA DIMINTA KAPANPUN
Nasihatku yang terakhir, bahwa keahlianmu dalam mengobati menuntut agar anda selalu siap bila ada orang yang membutuhkanmu. Siap di setiap waktu dan tempat. Barangkali dengan kamu bersegera berangkat ketika dimintai bantuan adalah sebab –setelah Allah- bagi hidupnya nyawa saudaramu sesama muslim. Ingatlah, mungkin dengan selamatnya saudaramu adalah sebab anda meraih pahala karena kebaikan yang dia kerjakan ketika sembuh. Renungkanlah selalu firman Allah ini.

مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya”.[Al-Maidah : 32]

Demikain kajian kita kali ini. Perlu kiranya diketahui bahwa kajian ini disarikan dari Rasa’il Ila al-Thabib al-Muslim karya Dr Thoriq bin Muhammad al-Khuwaithir dengan beberapa tambahan oleh penulis.

[Disalin dari Majalah Al-Furqon, Edisi 08, Tahun ke-10/Rabi'ul Awal 1432 (Feb - 2011. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon Al-Islami, Alamat : Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim]
_______
Footnote
[1]. HR Muslim 2699
[2]. HR Al-Bukhari : 3006 dan Muslim : 1341
[3]. HR Al-Bukhari : 33 dan Muslim : 59
[4]. HR Muslim : 1893
[5]. HR Muslim : 2594

http://almanhaj.or.id/content/3239/slash/0
FATHIMAH RA bergegas menggandeng Hasan RA yang masih kecil. Terngiang di telinganya pesan sang ayahanda, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, untuk menemui seorang muslimah berakhlak mulia dan meneladaninya. Tak sabar rasanya Fathimah untuk segera mengetahui, seperti apa gerangan teladan wanita bernama Siti Muthi’ah tersebut.

Sesampainya di depan pintu rumah yang dimaksud, Fathimah pun mengucap salam. Tak lama kemudian si pemilik rumah datang membuka pintu. Hatinya sangat heran bercampur senang karena tak menyangka yang bertandang adalah putri Rasulullah SAW. Namun, sungguh di luar dugaan Fathimah, setelah mengutarakan maksud kedatangannya, Muthi’ah malah berkata, “Sungguh bahagia aku menyambut kedatanganmu Fathimah. Namun, maafkanlah aku karena aku hanya dapat menerima kedatanganmu di rumahku. Sesungguhnya suamiku mengamanatkan padaku untuk tidak menerima tamu lelaki di rumahku.”

Fathimah tersenyum, “Wahai Muthi’ah, ini Hasan anakku dan dia masih kecil.” Muthi’ah menjawab, “Sekali lagi maafkan aku Fathimah, meskipun ia masih kecil tetapi ia lelaki. Sungguh aku tidak dapat melanggar amanat suamiku.”

Mendengar jawaban Muthi’ah, Fathimah mulai merasakan kemuliaan akhlak Muthi’ah dan semakin ingin mengetahui lebih jauh keutamaan akhlak wanita tersebut. Akhirnya Fathimah pun pamit untuk sejenak mengantar Hasan pulang.

…Rasulullah SAW telah mengabarkan keteladanan akhlaq Muthi’ah...

Tak lama kemudian, Fathimah kembali tiba di rumah Muthi’ah seorang diri dan segera disambut dengan gembira oleh Muthi’ah. Setibanya di dalam, Muthi’ah dengan berbinar-binar menanyakan, apa penyebab kedatangannya. Fathimah pun menjelaskan bahwa ia datang karena perintah ayahnya, Rasulullah SAW untuk meneladani akhlaq Muthi’ah. Hati Muthi’ah pun segera ditutupi luapan kebahagiaan karena pujian dari Rasulullah SAW tentu tak ada bandingannya. Namun, ia kembali bertanya dengan keheranan pada Fathimah, “Apakah engkau tengah bercanda Fathimah? Keutamaan akhlak seperti apa yang kumiliki? Aku hanyalah perempuan yang biasa saja,” Muthi’ah kemudian tampak berpikir keras.

Sementara itu, tak sengaja pandangan Fathimah menyapu ruangan yang sederhana tersebut. Terlihat olehnya sebilah rotan, sebuah kipas, dan sehelai handuk. Ia pun segera bertanya pada Muthi’ah, “Untuk apa benda-benda itu?” Wajah Muthi’ah pun seketika merona merah. “Untuk apa kau tanyakan itu Fathimah, aku jadi malu.” Namun, Fathimah mendesak, “Katakanlah padaku Muthi’ah, mungkin benda-benda itulah yang membuat ayahku mengabarkan padaku tentang kemuliaanmu.”

Muthi’ah pun bercerita, “Suamiku setiap harinya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami. Karena itu, aku sangat menyayangi dan menghormatinya. Begitu ia pulang dari bekerja, maka aku akan cepat-cepat menyambutnya dan mengelap keringatnya dengan handuk ini. Setelah kering keringatnya, maka ia akan berbaring di tempat tidur. Ketika itulah, aku mengambil kipas ini dan kukipasi tubuhnya sampai hilang penatnya atau ia tertidur pulas.”

…Inilah pesona yang hanya mampu dipahami oleh seorang muslimah sejati yang mengukur segala tindakan dengan skala iman...

Fathimah masih penasaran, “Lalu, untuk apa rotan ini?” Muthi’ah melanjutkan, “Setelah ia hilang lelahnya atau terbagun dari tidurnya, maka aku akan segera berpakaian serapi dan semenarik mungkin. Karena aku tahu, seorang suami pasti sangat senang melihat istrinya yang berpakaian rapi dan hal itu akan membuatnya betah di rumah. Kuhidangkan makanan di atas meja makan dan kutunggu ia hingga selesai makan. Setelah dia selesai makan, maka aku akan bertanya, apakah ada pelayananku yang tak berkenan dihatinya. Maka aku akan menyerahkan rotan tersebut padanya untuk memukulku.”

“Lalu, apakah suamimu sering memukulmu?” tanya Fathimah. “Tidak, tidak pernah, yang selalu terjadi adalah dia menarik tubuhku dan memelukku penuh kasih sayang.” Mendengar semua penjelasan tersebut, Fathimah terperangah. Sungguh, tak berlebihan kiranya, jika Rasulullah menyuruhnya mendatangi rumah Muthi’ah. Pesona akhlaqnya sungguh luar biasa.

…Perempuan beriman dan berakhlak mulia akan mendapatkan seorang suami yang beriman dan penuh cinta...

Pesona yang tak mungkin dimiliki seorang perempuan yang berorientasi materialistik yang memandang segala sesuatu hanya pada kebendaan dan kasat mata saja. Sebab, cinta dan ketulusan Muthi’ah tentu tak terukur pada sebilah rotan yang digunakan untuk memukul saja. Kasih sayangnya tentu tak akan membuatnya rendah karena setia mengelap keringat di tubuh suaminya.

Inilah pesona yang hanya mampu dipahami oleh seorang muslimah sejati yang mengukur segala tindakan dengan skala iman. Yang mampu melihat dengan mata hati bahwa ketaatan akan menghadiahkan kebahagiaan. Bahwa ketundukan pada perintah Allah dan Rasul-Nya, bukan hanya menuntun pada kebenaran. Namun, juga pada pembuktian bahwa setiap perempuan yang beriman dan berakhlak mulia juga akan mendapatkan seorang suami yang beriman dan penuh cinta.
Pada awal suatu tahuh saya pernah berkata kepada seseorang, "Berilah aku cahaya yang dapat aku jadikan pelita dalam menelusuri alam kehidupan yang ghaib dan majhul ini. Karena saya dalam kebingungan". Lalu orang itu menjawab, "Letakkanlah tanganmu di tangan Allah, niscaya Dia akan menunjukkan ke jalan yang lurus".

Dan di sebuah persimpangan jalan berhentilah seorang musafir kelana yang berjalan mengarungi padang kehidupan. Ia menoleh ke belakang melihat jauhnya perjalanan yang harus ditempuhnya lagi.

Wahai orang yang sedang kebingungan di padang kehidupan, sampai kapankah engkau hidup dalam petualangan dan kesesatan. Padahal di tanganmu ada pelita yang bersinar cemerlang.

"Telah datang kepadamu Cahaya dan Kitab yang terang dari Allah. Allah membimbing dengannya. Siapa yagn mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan membawa mereka dengan izin-Nya keluar dari kegelapan menuju cahaya. Menunjuki mereka jalan yang lempang". (QS : Al-Maidah : 15-16)

Wahai orang-orang yang kebingungan, yang telah letih dan kehilangan haluan, hingga tersesat jalan dan menyimpang dari jalan yang lempang, sambutlah oleh panggilan Allah Azza Wa Jalla.

"Wahai hamba-hamba-Ku ya g melanggar batas hingga merugikan diri sendiri, janganlah berputus asa rahmat Allah. Sungguh, Allah mengampuni segala dosa, karena Ia Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan kembalilah kepada Tuhanmu, berserahlah kepada-Nya, sebelum datang kepadamu siksaan. Sebab sesudah itu tiada beroleh pertolongan." (QS : Az-Zumar : 53-54)

Dan nantikanlah sesudah itu ketenteraman jiwa, balasan yang baik dan ketenangan hati.

"Dan orang-orang yang setelah melakukan perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri, ingat akan Allah dan memohon ampun atas segala dosa-dosanya. Dan siapakah yagn memberi ampun atas segala dosa kecuali Allah? Dan tiada meneruskan perbuatannya karena mereka sadar. Bagi mereka balasannya ialah ampunan dari Tuhannya.Dan surga-surga yang didalamnya mengalir sungai-sungai. Mereka tinggal di dalamnya selama-lamanya . Alangkah nikmat pahala orang yang beramal". (QS : Ali Imron : 135-136)

Wahai saudara yang sedang penat dan letih, yang tersungkur di bawah tindihan beban noda dan dosa, kepadamu kusampaikan bisikan kata bahwa pintu ampunan Tuhanmu luas terbuka. Dan ratap tangis orang yang bersalah lebih disukai daripada doa orang yang patuh.

Duduklah engkau di malam suny, berbisik kepada Ilahi, menghadap dengan sepenuh hati. Teteskanlah air mata penyesalan dan kesedihan, ucapkanlah kalimat istighfar dan kata taubat. Semoga Allah mengapuskan semua noda dan dosamu dan mengangkat tinggi derajatmu. Dan semoga pula engkau menjadi orang yang didekatkan kepada-Nya.

Rasulullah bersabda :

"Semua anak Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah ialah yang bertaubat". (HR :Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim dan Darimi)

Firman Allah Ta'ala :

"Sungguh, Allah cinta orang yang taubat.Dan cinta orang yang bersuci diri". (QS : al-Baqarah : 222).

Alangkah dekatnya Tuhanmu kepada dirimu, sedangkan engkau tak mau mendekati-Nya. Alangkah cintanya Dia kepadamu, sedangkan engkau tak mau mencintai-Nya. Alangkah besarnya kasih sayang-Nya kepadamu, sedangkan engkau melupakan kasih-sayang-Nya. Sesungguhnya Ia telah berkata dalam hadist :

"Aku menuruti keyakinan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku selalu menyertainya bila ia mengingat-Ku. Maka jika ia mengingat Daku dalam dirinya, Aku pun mengingatnya didalam diri-Ku, dan jika dia mengingat-Ku ketika dia sedang berada di tengah-tengah khalayak ramai, niscaya Kuingat dida di dalam kumpulan orang yang lebih baik daripada mereka itu. Bila ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta, dan bila ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka aku mendekat sedepa, dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari". (HR : Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Dan dalam hadist qudsi yang lain :

"Wahai anak Adam! Berdirilah engkau untuk mendekati Aku niscaya Aku akan berjalan mendekatimu, dan berjalanlah untuk mendekati-Ku niscaya Aku akan berlarimendekatimu". (HR : Ahmad).

Rasulullah Shallahu alaihi wassalam bersabda :

"Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla membuka tangan-Nya pada waktu malam, supaya bertaubat orang yang melakukan kesalahan pada siang hari, dan Ia membuka tangan-Nya pada waktu siang supaya bertaubat orang yang melakukan kesalahan pada malam hari. Begitulah hingga matahari terbit dari barat." (HR : Muslim).

Yang demikian itu menunjukkan betapa besarnya kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang melebihi kasih ibu kepada anak tunggal yang disayanginya.

Firman-Nya :

"Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia". (QS : al-Hajj : 63)

Barangsiapa yagn mengerti hakikat waktu, maka ia telah mengetahui nilai kehidupan, sebab waktu adalah kehidupan.

Ketika roda zaman berputar, melintasi tahun-tahun kehidupan untuk menyongsong tahun yang baru lagi, kita berhenti di persimpangan jalan. Dan alangkah perlunya pada kesempatan yang hanya sebentar ini. Kita melakukan koreksi diri terhadap masa-masa lalu dan menilikkan pandangan ke depan sebelum datangnya hari hisab (perhitungan). Karena hari perhitungan itu pasti datang.

Saat masa berlalu, kita hanya bisa sesali dosa-dosa. Maka, kita perlu mengatur langkah sebaik-baiknya agar tak tergelincir lagi. Kita luruskan yang bengkok, dan kita kejar yang terluput. Senyampang masih ada kesempatan, senyampang masih ada umur.

Dan untuk menghadapi masa yang akan datang, kita buat persiapan berupa hati yang bersih, niat yang suci, dan kemauan yang kuat untuk melakukan kebijakan. Al-Qadhi Abu Nashr Muhammad bin Wad'an meriwayatkan dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata : "Aku mendengar Rasulullah shallahu alaihi wassalam bersabda dalam satu khutbahnya :

"Wahai manusia! Sesungguhnya kamu mempunyai rambu petunjuk jalan, karena itu ikutilah petunjuk (rambu-rambu), dan kamu mempunyai batas, karena itu berhentilah pada batas akhirmu. Sesungguhnya orang mukmin itu berada diantara dua ketakutan, antara waktu yang telah lampau di mana ia tidak tahu apa yang diperbuat Allah terhadap dirinya dalam waktu yang lampau itu, dan antara waktu yang masih tersisa di mana ia tidak tahu apa yang ditetapkan Allah dalam sisa waktu (usianya) itu. Karena itu, hendaklah seseorang hamba memanfaatkan dirinya dengan sebaik-baiknya demi keselamatan dirinya sendiri nanti, menggunakan kehidupan dunianya sebaik mungkin demi untuk kepentingan akhiratnya, menggunakan masa mudanya sebelum datang masa tuanya, dan memanfaatkan masa hidupnya sebelum ajalnya tiba. Demi Dzat Allah, yang jiwa Muhammad bearda di tangan-Nya, sesudah kematian tak ada kepayahan, sesudah kehidupan dunia tak ada kehidupan, melainkan surga atau nereka".

Maka :

"Tiada suatu hari pun yang fajarnya menyingsing melainkan Ia berseru : "Wahai anak Adam! Aku adalah makhluk yang baru, dan Aku menyaksikan segala amal perbuatanmu, maka ambillah bekal dari pada-Ku, karena sesungguhnya Aku tidak akan kembali lagi hingga datangnya hari kiamat nanti". (HR : Abu Nu'aim).

Wahai saudara-saudaraku yang telah letih, yang tersungkur di bawah tindihan noda dan dosa-dosa, janganlah anda berputus asa dan jangan pula putus harapan. Inilah saat pengampunan yang datang bersamaan dengan datangnya tahun baru hijriyah. Tinggalkanlah segaka kemaksiatan dan dosa, menuju kehidupan baru yang lebih bersih.

Inilah hembusan angin penerimaan taubat yang dengan lemah lembut menerpa wajah tahun baru, yang indah. Inilah cahaya hidayah yang memancar bersamaan dengan terbitnya bulan sabit yang cerah. Wallahu'alam.
Jika Onyx yang anda gunakan adalah barang BM (Black Market), atau operator yang anda gunakan tidak termasuk dalam daftar download, anda dapat menggunakan tips berikut ini:

* Download BlackBerry Device Software (BB OS) dari operator mana saja yang tersedia pada daftar (DOWNLOAD Langkah 1-6)

* Lakukan instalasi BlackBerry Device Software (UpGrade Langkah 1&2)

* Hapus file "vendor.xml" yang dapat ditemukan pada direktori "c:\Program Files\Common Files\Research\In Motion\Apploader\"

* Lanjutkan proses upgrade seperti biasa (UpGrade Langkah 3-8)

selesai

Catatan:
* Meskipun anda sudah melakukan proses backup, kemungkinan tidak berjalanya aplikasi tertentu tetap ada. Hal tersebut berhubungan dengan kompatibilitas aplikasi dengan sistem operasi.

* Langkah UpGrade Os 6 ini juga bisa di aplikasikan untuk meng-upgrade BlackBerry tipe lain yang kompatibel dengan Os 6 seperti: Blold 9650 (Essex), Curve 9330 (Curve 3G CDMA), Curve 9300 (Curve 3G GSM), dan Pearl 9100 (Pearl 3G).

Selamat Mencoba
.

Search This Blog